Jumat, 03 Mei 2013

Mahasiswa Dalam Spiral Politik Partai


Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempersiapkan kader partai untuk bergeriliya memberikan pengaruh pada lapisan masyarakat paling bawah untuk mengarahkan suara rakyat memilih pasangan dari kandidat yang diusung partainya.
Kader partai biasanya tidak hanya berasal dari pengurus partai atau pengurus organisasi sayap partai akan tetapi di musim pemilihan saat ini kader-kader dadakan direkrut secara instan untuk memenangkan kompetisi politik 5 tahun sekali tersebut.

Kalangan mahasiswa menjadi target para partai politik untuk dijadikan kader instan yang didesain berbentuk organisasi sayap partai. Intelektualitas mahasiswa dianggap mumpuni menjadi torpedo-torpedo yang dapat digerakkan untuk menghancurkan konstalasi suara pada basis massa tertentu. Mahasiswa sebagai kader instan partai ditugaskan memberikan pengaruh kepada msyarakat, baik dengan sosialisasi langsung dengan mendatangi rumah warga, maupun hanya dengan memasang atribut-atribut kampanye di sudut-sudut desa/pemukiman.

Semua itu dilakukan hanya karena diberi imbalan rupiah yang tidak juga dapat dikatakan menggiurkan di tengah biaya pendidikan yang lebih melangit di kampus atau malah hanya sebuah menunjukkan eksistensi diri dengan kedekatan pada figur-figur politik tertentu yang telah memiliki nama besar.

Sikap tersebut sungguh sangat disayangkan karena intelektualitas seorang mahasiswa yang dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa begitu mudahnya dijual menjadi mesin-mesin yang dipekerjakan untuk hal-hal yang berbau politis. Dalam kondisi ini mahasiswa tidak ubahnya seperti budak-budak para elite partai yang dimanfaatkan untuk kepentingan partai politik dalam meraih kekuasaan. Padahal jika melirik jejak sejarah perjuangan mahasiswa sejak era Tan Malaka, Soe Hoek Gie, Elang Surya Lesmana dan Sondang Hutagalung tampaknya ada perjuangan yang bergeser bagi mahasiswa yang memilih melacurkan intelektualitasnya dan menyembah-nyembah kendaraan penguasa untuk melenggang ke tahta penindasan.

Apologi pun mereka (mahasiswa) munculkan sebagai tameng menghindari justifikasi sebagai pelacur intelektual, bahwa apa yang dilakukannya adalah terlepas dari posisinya sebagai mahasiswa yang mengemban mandat dari rakyat (bermaterai 6000) untuk memperjuangkan hak-hak kehidupannya, tetapi keterlibatannya di partai politik merupakan haknya sebagai warga negara dalam berdemokrasi.

Meski begitu hal ini sangat kontradiktif dengan eksistensi mahasiswa yang selalu dipuja banyak kalangan sebagai Agent of Change, Sosial of Control dan Moral Force.  Mahasiswa yang berkutat dalam spiral politik partai seolah lupa pada eksistensi dirinya yang secara tidak sadar telah diterima sewaktu menjadi laskar gundul dan dipelonco ketika masih berstatus mahasiswa baru. Sadar ataupun tidak, beban moral itu telah dikalungkan kepada mahasiswa untuk bergerak mengamalkan tri dharma perguruan tinggi demi kemajuan bangsa ini dengan cara-cara profesional, tidak dengan politik.

Menjadi sebuah pertanyaan krusial bagi mereka (mahasiswa) yang berdarah-darah mengeluarkan segala kemampuan terbaiknya untuk sebuah partai politik, apa yang akan diperoleh dengan bergabung dan bekerja untuk partai? Jabatan eksekutif? Calon legislatif? Atau dijanjikan menjadi presiden? Sebaiknya jangan bermimpi akan bermimpi jika tak terlelap, mustahil untuk mendapatkan itu semua dengan mengandalkan status mahasiswa saja. Banyak orang-orang yang telah lama berkarir di partai politik namun hingga usianya telah renta tidak pernah sekalipun diberi kesempatan mendapat posisi sebagai calon legislatif dari partai kesayangannya dalam setiap pilcaleg yang digelar. Partai politik tidak melihat bagaimana kesetiaanmu terhadap partai untuk bekerja, namun partai politik lebih mengutamakan kepada figur yang dianggap mampu memberi nilai kontributif popularitas dan elektabilitas partai serta memiliki kekuatan materil untuk menyokong pengembangan dan kemajuan partai.

Jika demikian buat apa berlama-lama bekerja menjual intelektualitas kepada partai politik hanya karena rupiah yang tidak seberapa. Bukankah menuntut ilmu, melakukan penelitian dan mengabdi kepada masyarakat dengan kegiatan-kegiatan sosial (tri dharma perguruan tinggi) lebih terhormat dibanding membantu elite partai meraih kepentingannya?

Beruntung jika ideologi partai dan aplikasinya benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat, namun sungguh celakalah kalian (mahasiswa) jika ternyata partai politik itu hanya dijadikan wadah untuk mengejar jabatan kekuasaan dan sarang bermunculnya perampok negara (korupsi).

Sekiranya mahasiswa angkatan 66 hingga 98 yang menjadi saksi terjadinya momen heroik pergerakan mahasiswa di tanah air menangis terisak-isak melihat juniornya kini malah berselingkuh kepada calon-calon keparat negara yang ada dalam partai. Jika boleh menyarankan, sangat mulialah seorang mahasiswa apabila memilih menjadi oposisi terhadap kebijakan negara, mengontrol dari luar sistem tanpa tidak menyampingkan konstitusi negara dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan norma sosial. Merasakan penderitaan rakyat melalui perjuangan di jalanan dijamin dapat menggugah nurani terhadap penindasan yang dilakukan oleh penguasa negeri ini. Oleh karena itu, perubahan perlu dilakukan dengan cara memulai dari dalam diri kita sendiri terlebih dahulu, lalu memengaruhi orang sekitar agar terbentuk dengan sendirinya sistem yang tertata sesuai dengan norma sosial.

Setelah menanggalkan status kemahasiswaan, mahasiswa dapat memilih jalur perubahan tanpa mengingkari perjuangan yang pernah dilakukannya, yakni menjadi pribadi yang baik dan konsisten terhadap idealisme yang pernah diteriakkan semasa berstatus mahasiswa, atau malah sangat baik jika menjadi figur professional (tanpa partai) dengan cara menonjolkan diri, baik dari segi pengetahuan, keterampilan dan pengaruh terhadap massa tertentu, niscaya para elite partai akan melirik dan merekomendasikan untuk diusung di partainya baik sebagai legislatif ataupun eksekutif dengan catatan tetap konsisten terhadap idealisme mahasiswa yang pernah terkonstruksi dengan gagah di lingkungan kampus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar